Gangguan ini berkembang hingga mereka beranjak dewasa, ditambah dengan sikap agresif dan kerap membantah orang-orang di sekitarnya.
MEMUKUL, menampar, atau membentak saat si kecil berbuat nakal dapat memancing tindakan agresif saat mereka dewasa nanti.
Demikian kesimpulan dari studi selama 20 tahun yang digelar para peneliti dari University of Manitoba dan Children's Hospital of Eastern Ontario.
Joan Durrant, anggota tim peneliti, menemukan hukuman fisik berkaitan dengan tingginya sikap agresif dan pemberontak yang dirasakan anak terhadap orang tua, saudara dan teman-temannya.
Dari 500 keluarga yang menjadi bahan riset ini, terdapat sejumlah anak yang kerap mendapat hukuman secara fisik, seperti dipukul, ditampar atau dibentak oleh orang tuanya.
Akibat hukuman itu, mereka diketahui rentan terhadap depresi dan gangguan mental lainnya. Gangguan ini berkembang hingga mereka beranjak dewasa, ditambah dengan sikap agresif dan kerap membantah orang-orang di sekitarnya.
Seperti diberitakan Daily Mail, Rabu (8/2), selama 20 tahun pengamatan, para peneliti telah menemukan banyak perubahan pola pikir masyarakat mengenai metode hukuman bagi anak.
Membentak, menampar, memukul, atau menepuk bokong sebagai tindakan sanksi bagi anak mulai diatur secara hukum di beberapa negara.
Memukul anak sebagai bentuk hukuman dilegalkan di AS dengan batasan-batasan tertentu yang berbeda di masing-masing negara bagian. Namun tindakan ini dilarang keras di 20 negara Eropa, termasuk Jerman, Spanyol dan Belanda.
Di Inggris, hukuman secara fisik masih diperbolehkan, asalkan tidak meninggalkan bekas luka di tubuh. Peraturan ini dibuat sejak 2004, tapi tidak menghentikan 71% persen orangtua yang masih keukeuh mendukung hukuman fisik terhadap anak.
Para peneliti menyarankan agar orang tua memberlakukan sanksi yang tidak menyakiti fisik anak dan meamhami apa pengaruhnya terhadap perkembangan perilaku anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar