Berbagai opini bermunculan setelah terjadi kecelakaan pesawat DC-8 Martinair yang mengangkut calon jemaah haji Indonesia pada 4 Desember 1974 di Sri Lanka. Salah satu opini pada tahun itu dimuat oleh harian KOMPAS yang diterbitkan pada 16 Desember 1974. Artikel ini kembali diturunkan oleh Kompas.com untuk melengkapi artikel Tragedi Besar bagi Indonesia pada 4 Desember.
Oleh Kuscahyo
KOMPAS.com - „Fourty" dikira 'Fourteen'. Begltulah judul berita yang bersumber dari Colombo, Atau barangkali bisa juga ditambahkan berita, bahwa kemudian petugas Menara ditahan Polisi, dsb, dsb.
Berita semacam ini akan sangat menarik perhatian pembaca, sudah barang tentu. Tapi mungkinkah hal ini terjadi? Jawabannya b1sa "ya" dan bisa „tidak,", Sebab yang dipersoalkan adalah kemampuan-dengar kuping manusia.
Apalagi bahasa yang lazim dlpakai dalam dunia penerbangan adalah bahasa Inggris, dimana perkataan empat puluh dan empat belas (kira-kira) akan diucapkan FOURTY dan FOURTEEN.
Sebenarnya gejala bakal terjadi salah-dengar seperti ini sudah lama dipikirkan oleh para ahli, sebab hal ini diramaikan bakal mengundang mara-bahaya. Ada sebuah motto yang sangat berharga dalam dunia penerbangan: THE SKY IS WIDE, BUT THERE IS NO PLACE ' FOR ERROR.
Sama sekali tidak boleh keliru, begitulah kira-kira. Salah dengar tidak boleh, begitu pula salah-ucap. Kalau Salah-ucap harus segera menyebutkan „correction". kemudian diulang lagi mulai dari perkataan yang benar diucapkan sebelumnya.
FOURTY dan FOURTEEN tidak dipergunakan dalam dunia penerbangan. Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menetapkan lain. 40 diucapkan FOWER ZERO, dan 14 dieja ONE FOWER. Ini telah diketahui oleh semua penerbangan, petugas-petugas menara maupun para operator radio yang bartugas di darat. Licence for Radio Telephony telah mereka miliki, sebelum terjun ke dalam profesinya masing-masing.
Dan apa yang terdapat dalam Radio Telephony Procedures inilah " jalan keluar " yang ditempuh para ahli untuk menghindari salah-ucap maupun salah-dengar, sampai pada kemungkinan yang paling kecil.
Seandainya benar Pesawat PH-MBH yang jatuh di Sri Lanka tanggal 4 Desember yll melaporkan posisinya kepada Menara Pengawas Bandaranaike, bahwa dia berada 40 mil dari lapangan terbang, maka penerbang akan berkata begini: BANDARANAIKE TOWER, PAPA HOTEL MIKE BRAVO HOTEL POSITION FOWER ZERO MILES ALTITUDE EIGHT THOUSAND FEET, OVER. Dan petugas Menara akan mengulang-baca (read back) laporan posisi tersebut, sebelum memberikan suatu Instruksi atau informasi.
Taruhlah dia salah-dengar atau salah-ucap sehingga menjadi ONE FOWER yang keluar di head-phone penerbang, maka sang penerbang akan berteriak: NEGATIVE, POSITION FOWER ZERO MILES. I SAY AGAIN FOWER ZERO MILES, OVER. Dan petugas Menara pun akan read-back sekali lagi: ROGER, FOWER ZERO MILES , ..... dst, dst.
Ternyata cukup teliti, bukan? Di samping spelling alphabet yang dibuat begitu jelas seperti PAPA untuk huruf P, FOWER untuk four (supaya tidak confuse dengan for), masih dibantu lagi oleh phraseology Sepertl NEGATIVE untuk no, AFFIRMATIVE untuk yes, WILCO untuk yes I do, ROGER untuk I receive, dsb, dsb.
Sedangkan Radio Telephony Procedures masih memerinci lebih jauh lagi perkara „omong-omong" di udara Ini, seperti keharusan membacaulang laporan posisi dari pesawat (bagi petugas Menara) atau instruksi dari Menara (bagi penerbang) yang baru saja diterima.
Agar semuanya menjadi jelas. Bahkan di dalam buku manualnya masih ditekankan, agar setiap kata diucapkan secara „clear and distinctly", dengan jarak satu jengkal antara mike dengan pembicara.
Tapi ,cerita burung" memang enak juga didengar dalam situasi yang menegangkan, seperti adegan-adegan porno untuk diselipkan di dalam film-filmnya Ian Fleming. Seperti kejadian di Branti 7 September yang lalu, dikatakan bahwa petugas Menara ditahan oleh Polisi sehubungan dengan jatuhnya Pesawat ,Semeru" milik Garuda itu.
Dan semua orang akan mengatakan wajar kalau perkara sebesar itu bakalan diusut Polisi, sebab tergulingnya truck-pasir di sawah juga diusut oleh Polantas. Tapi „orang dalam" akan tertawa di dalam hati. Taruhlah Polisi berhak menangkap orang-orang yang dicurigai, tapi untuk mengusut dan memproses verbal persoalan yang bersifat „teknis" seperti ini akan banyak menimbulkan salah tafsir yang jauh sekali.
Bahkan para ahli dari berbagai bidang dalam dunia penerbangan sendiri masih perlu menganalisa dan kemudian berdebat lebih dulu, sebelum mengambil kesimpulan. Kadang kadang diperlukan waktu cukup lama. Sementara cerita burung telah beredar di Pasaran bebas dengan bumbu- bumbu penyedap nomor satu.
Laporan posisi yang diberkan penerbang kepada petugas Menara pada umumnya cukup terperinci. Checkpoint yang dilalui: (di bawahnya atau di sampingnya, kalau ada), atau jaraknya dengan lapangan terbang (biasanya diukur dalam menit), ketinggian pesawat dan sebagainya.
Sedangkan dari Menara Pengawas diberikan informasi-informasi mengenai lalu lintas yang penting-penting, laporan meteorologi sesaat atau porsedur-prosedur yang rapih, tapi pesawat terbang masih bisa menubruk gunung dan hancur di puncaknya. Kenapa ? Yaah, kalau memang semuanya telah dikerjakan dengan teliti dan usaha-usaha maksinmal sudah dilaksanakan, nasiblah yang bisa bicara. Tapi nasib atau bukan, bisa kita lihat darl hasil penelitiaan para ahli nanti. Ingat: Tiada tempat untuk membuat kekeliruan, meskipun langit biru terbentang begini luas.
Sebab siapa membuat kekeliruan, maut adalah taruhannya. FORTY dikira FOURTEEN, atau FORTY di"- ucapkan FOURTEEN. kedua instruksi ataupun clearances yang wajib diindahkan oleh penerbAng. Untuk lapangan terbang Internasional seperti Bandaranaike, saya kira percakapan dari petugas Menara kepada penerbang direkam dalam pita-suara, -yang bekerja pada waktu tombol mike ditekan. Sebaliknya di dalam pesawat terbang yang besar-besar, direkam juga percakapan dari penerbang kepada petugas Menara, tersimpan dl dalam "blackbox" yang berwarna oranye atau warna-warna menyolok lainnya. Dan dua-duanya merupakan arsip yang bisa didengar kembali pada waktu diperlukan.
Pada umumnya, sebelum melakukan penerbangan, para penerbang terlebih dahulu mempelajari ramalan cuaca untuk route penerbangan yang akan dilalui (Route Forecast), ramalan cuaca tempat `tujuan untuk periode yang diperkirakan pesawat akan mendarat (Terminal Forecast), data-data mutakhir lapangan terbang tujuan (Notices to Airmen), dan last but not least dipelajari juga peta-peta yang mencantumkan obstruksi-obstruksi di sekitar Approach Area (Landing Chart). Jadi ketinggian gunung-gunungpun tidak luput - dari pengamatan sebelumnya. Masih kurang telitikah?
Semuanya telah diteliti, semua dikerjakan dengannya merupakan kekeliruan jua adanya. Tapi kemungkinan semacam itu dirasanya kecil sekali, kalau ada. Bahkan sulit untuk bisa dipercaya. Kita lebih baik menunggu hasil penelitian para ahli.
Mungkin akan memakan waktu agak lama, sementara cerita burung telah beredar dan para pembaca sudah terlanjur menarik kesimpulan sendiri-sendiri, menurut logikanya yang awam.
(Kompas)
SUPPORT BY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar